Ada kalanya kita butuh suasana baru untuk mengusir penat. Itu pula yang saya rasakan akhir-akhir ini. Sebagai penawar, saya pun memilih melarikan diri ke Solo. Ya, dalam kurun waktu dua minggu ini, dua kali juga saya menyambangi kota tetangga.

'Ngapain ke Solo?' jadi pertanyaan yang sering saya dapatkan. Mungkin Solo memang tidak menawarkan obyek wisata sebanyak Jogja akan tetapi Solo tetap punya daya tarik sendiri bukan?

Kuliner salah satunya.

Di Solo, saya punya selera makan yang tinggi dan ingin mencoba ini itu. Sayangnya, hal itu berbanding terbalik dengan kapasitas perut yang mudah kenyang.

Serabi, selat solo, sup matahari dan cakwe adalah beberapa kuliner yang sempat saya cicipi dan ternyata saya suka. Urusan makanan, ada beberapa jenis yang masuk dalam list tapi belum sempat dicoba seperti nasi liwet dan gongso ayam.

Selain kuliner, saya juga suka dengan Jl. Brigjen Slamet Riyadi Solo. Meski ramai dengan bangunan dan lalu lintas, jalan utama Solo ini tetap terlihat rapi, bersih dan ramah pejalan kaki. Bahkan, menurut nationalgeographic.co.id, kota dengan tagline Spirit of Java ini masuk dalam kategori empat kota di Indonesia yang ramah pejalan kaki lho.

Meski belum sempat jadi pejalan kaki di Solo, saya sudah cukup senang bisa menyusuri jalanan Solo saat CFD. Menikmati pagi dengan hal positif ternyata ampuh untuk membangkitkan mood baik sepanjang hari ya. Seperti, melihat orang-orang berolahraga, kumpul komunitas, berbincang dengan teman hingga berburu kuliner pagi.


Saat di CFD, saya menemukan hiburan tambahan. Tepat di depan Taman Sriwedari, ada sebuah pertunjukan lawak dari komunitas yang sedang melakukan penggalangan dana. Guyonan yang mereka bawakan lewat ucapan dan gerak tubuh, benar-benar bisa membuat penonton tertawa bersama.

Meski hanya sebentar, Solo berhasil mengusir penat dan menambah semangat!

Oh iya, jika kamu punya rekomendasi tempat yang seru, makanan yang enak atau apa saja yang bisa dilakukan di Solo, share ya.

-nikaresti