Siapa sih yang nggak tahu Alun Alun Kidul-nya Jogja? Baik dari obrolan dengan kerabat atau menelusurinya di Google, Alun Alun Kidul cukup identik dengan Masangin, beringin kembar, sepeda hias, dan kuliner malam.

Namun, saya menangkap kesan dan pengalaman yang berbeda dari Alun Alun Kidul ini. Mungkin jika beberapa tahun yang lalu ada yang mengajak saya ke tempat ini, komentar yang pertama muncul adalah ‘yeileh, mau ngapain?’. Sebagai orang asli dan tinggal sejak lahir di Jogja, saya cukup malas datang ke tempat wisata di pusat kota yang sangat ramai apalagi jika musim liburan. Sementara sekarang, saya dengan antusias akan menerima ajakan itu, asal...

Di tahun 2017, tempat favorit saya untuk menghabiskan sore (dan kadang pagi hari) adalah Candi Abang yang relatif dekat dari rumah. Seperti galau dikit ke sana, ingin lihat pemandangan hijau ke sana, sepedaan ke sana, lihat matahari terbit pas puasa ke sana. Salah satu ceritanya pernah saya tulis di sini:

Namun suatu sore di bulan Desember 2017, saya menemukan sesuatu yang menarik di Alun Alun Kidul yaitu...

Seolah lupa usia, saya (dan teman main saat itu) kegirangan main bubble. Tidak cukup hanya melihat dan mendekati bubble-nya saja, teman saya pun langsung membeli yang berukuran besar dan langsung memainkannya. Heboh!

Padahal jika dilihat, lebih banyak anak kecil yang memainkannya sedangkan orang seumuran kami hanya sekedar berfoto dengan background bubble yang tertiup angin.

Karena ingin menularkan rasa senangnya, pernah suatu sore saya ke sana bersama kakak dan keponakan. Si bocah kecil ini pun berlari mengejar bubble sambil tertawa riang. Iya, yang udah gede aja seneng apalagi anak kecil ya?

Setelah lelah bermain, rasanya saya butuh...

Tidak lengkap rasanya, jika pergi tapi tidak jajan. Di Alun Alun Kidul ini, saya tidak terlalu tertarik untuk makan makanan berat, belum pernah juga sih. Hal yang lebih menggoda justru jajanan-jajanan kaki limanya. Ada banyak sekali sebenarnya, tapi biasanya pilihan saya akan selalu jatuh pada leker dan tahu gejrot. Pernah juga suatu kali, saya menemukan ada bapak penjual es dung dung di sana. Rasa tradisional yang mengingatkan masa kanak-kanak.

Suatu sore, saya pernah duduk menikmati es tape di sisi selatan Alun Alun. Di tengah obrolan bersama seorang teman, saya melihat ada sekumpulan orang berdiri di sebuah gang. Ternyata...

Dari penelusuran di Google yang baru saja saya lakukan ketika menulis ini, ternyata dibalik gapura itu ada sebuah lapangan yang biasanya digunakan untuk Jemparingan. Mungkin, singkatnya Jemparingan adalah seni memanah gaya Mataram.

Sementara ini ada dua tempat yang bisa saya rekomendasikan, jika kamu sudah berada di Alun-Alun Kidul.

Sebenarnya sudah cukup lama saya mendengar nama warung yang melegenda ini. Namun, baru bulan lalu saya akhirnya ke sana. Saya memesan Nasi Brongkos Telur dan teman saya memesan Nasi Brongkos Koyor. Dari isian, brongkos telur lebih lengkap tapi saya lebih suka rasa kuah dari Nasi Brongkos Koyor.

Sejak menginjakkan kaki menuju pintu masuk, cafe ini sudah memulai interaksi dengan pengunjungnya. Cara yang menyenangkan untuk memberi sambutan. Tidak sampai di situ saja, di sana pun saya menemukan semua kriteria cafe nyaman versi saya. Mulai dari kopi enak, sofa empuk, playlist asik, suasana yang kondusif, tidak terlalu bising meski malam Minggu, teman mengobrol yang nyambung hingga adanya musholla. Itu semua membuat saya betah sampai lupa waktu.

[Baca Juga: Jelajah Sore di Kotagede]