Raditya Dika, Manusia Setengah Salmon

12:58 PM

Manusia Setengah Salmon merupakan buku ke enam Raditya Dika, setelah sebelumnya Kambingjantan, Cinta Brontosurus, Radikus Makankakus, Babi Ngesot dan Marmut Merah Jambu. 

Buku pertama Raditya Dika yang aku punya adalah Marmut Merah Jambu. Karena awal aku suka baca adalah novel-novel drama semacam teenlit, aku ga terlalu tertarik dengan novel/ buku komedi sampai akhirnya sewaktu Marmut Merah Jambu rilis dan Raditya Dika beberapa kali acara yang membahas tentang buku barunya itu. Saat itulah aku jadi pengen beli buku itu dan segera mencarinya di Gramedia. Sebelumnya aku cuma sebatas tahu kalau Raditya Dika adalah seorang penulis buku komedi. 

Selang beberapa hari dari aku beli buku itu, aku baca dari website Raditya Dika kalau hari itu, tanggal 20 Juli 2010 ada talkshow Marmut Merah Jambu di Gramedia Ambarukmo Plaza. Aku ajak temen ke sana pulang sekolah. Dari website tertulis acara mulai jam 1 siang tapi pas aku nyampe di Gramedia acaranya jam 3. Waktu 2 jamku terbuang percuma.

Pas acara temenku sempet ambil videonya tapi pas diputer di rumah yang kedengaran cuma suara ketawa dia aja. Di acara itu aku juga ikutan antri minta tanda tangan dan foto bareng Raditya Dika. 


“Habis pada pengajian ya?” kata Raditya Dika pas kita (aku sama temen-temen) minta foto bareng. Iya saat itu kita bertiga pakai kerudung semua dan masih dengan seragam SMA.


 Ngantrinya terlalu ga nyantai buat dapet tanda tangan bang Dika
 
 

Beralih ke Manusia Setengah Salmon. Buku ini bercerita tentang pindah, pindah rumah, pindah hubungan keluarga, sampai pindah hati. Berbeda dengan Marmut Merah Jambu yang mengisahkan manisnya orang jatuh cinta, Manusia Setengah Salmon ini lebih galau. Tapi bukan Raditya Dika jika galau yang terlalu galau tanpa komedi yang membuat kita tertawa. 

Buku ini terbit pada tanggal 24 Desember 2011, tapi baru kemarin aku sempet beli.

Marmut gue punya teman baru

 Manusia kesurupan salmon

 
Ada beberapa bab dari 19 bab yang ada di Manusia Setengah Salmon, diantaranya Bakar Saja Keteknya, Pesan Moral dari Sepiring Makanan, Kasih Ibu Sepanjang Belanda.

Bakar Saja Keteknya bercerita tentang pergantian sopir Raditya Dika mulai dari sopir dari Indonesia Timur yang wataknya keras, sampai ke sopir Jawa yang sangat sopan. Intinya menceritakan tentang sopir baru Dika yang mempunyai satu permasalahan pada keteknya, yaitu bau badan dan Dika berusaha memberi tahu masalah bau badan itu tanpa ingin menyinggung sopirnya tersebut.

Selanjutnya, Pesan Moral dari Sepiring Makanan. Pertama menceritakan pengalaman Raditya Dika dan adik-adiknya mencari makanan enak di Italia dengan mengandalkan GoogleMaps yang ternyata di tengah malam GoogleMaps itu mati. Kedua tentang berbedanya selera makan antara satu orang dengan orang yang lain. Tidak semua makanan yang kita anggap enak dianggap enak oleh orang lain. Begitu pula sebaliknya. Ketiga dan keempat baca sendiri sepertinya lebih seru.

Terakhir, Kasih Ibu Sepanjang Belanda menceritakan tentang cara ibu Raditya Dika menunjukkan kasih sayangnya. “Masalahnya,nyokap gue adalah sesosok ibu yang terlalu perhatian dan terlalu berlebihan dalam menunjukkan perhatian kepada anak-anaknya.” Ini adalah kutipan yang ada di bab Kasih Ibu Sepanjang Belanda. Di bab ini juga menceritakan saat Raditya Dika mengikuti summer course di Utrecht University Belanda.
 
Di bawah ini ada beberapa kutipan dari buku Manusia Setengah Salmon:

“Seperti rumah ini yang jadi terlalu sempit buat keluarga kami, gue juga menjadi terlalu sempit buat dia. Dan, ketika sesuatu sudah mulai sempit dan tidak nyaman, saat itulah seseorang harus pindah ke tempat yang lebih luas dan (dirasa) cocok untuk dirinya.” (Hal. 29)



“Sama seperti memasukkan barang-barang ke kardus, gue juga harus memasukkan kenangan-kenangan gue dengan orang yang gue sayang ke semacam kardus kecil. Dan, sama ketika kita baru putus, kenangan yang timbul paling kuat adalah yang paling awal.” (Hal. 36)



“Sesungguhnya, terlalu perhatiannya orang tua kita adalah gangguan terbaik yang pernah kita terima.” (Hal. 134)



“Di era Twitter sekarang ini, first date memang sudah pindah ke Twitter. Kita dulu first date pergi ngopi, makan, atau nonton untuk tahu orangnya seperti apa. Sekarang, semua itu bisa dilakukan praktis hanya dengan membaca timeline-nya. Timeline Twitter seseorang menunjukkan sifat asli orang tersebut.” (Hal. 151)



“Lucunya, di saat Nyokap sedang mencari rumah baru, gue juga mulai mencari rumah dalam bentuk lain: hati yang baru. Waktu itu, gue memang baru saja putus cinta, dan memahami satu hal-yang ironisnya-bahwa urusan pindah rumah ini bertepatan dengan urusan pindah hati. Ketika patah hati, maka prioritas utama dalam hidup ini adalah untuk tidak patah hati lagi.” (Hal. 234)



“Intinya begini: setiap tahunnya ikan salmon akan bermigrasi,melawan arus sungai, berkilometer jauhnya hanya untuk bertelur. Beberapa spesies, seperti Snake River Salmon bshkan berenang sepanjang 1448 kilometer lebih, dua kali lipat jarak Jakarta-Surabaya. Gue baru berenang satu meter aja udah ngambang.
Perjalanan salmon-salmon ini tidak gampang.
Di tengah berenang, banyak yang mati kelelahan. Banyak juga yang menjadi santapan beruang yang nunggu di daerah-daerah dangkal. Namun, salmon-salmon ini tetap pergi, tetap pindah, apa pun yang terjadi.”  (Hal. 252-253)



“Padahal,untuk melakuakn pencapaian lebih, kita tak bisa bertahan di tempat yang sama. Tidak ada kehidupan lebih baik yang bisa didapatkan tanpa melakukanperpindahan. Mau tak mau, kita harus seperti ikan salmon. Tidak takut pindah dan berani berjuang untuk mewujudkan harapannya. Bahkan, rela mati di tengah jalan demi mendapatkan apa yang diinginkannya.” (Hal. 256)

Raditya Dika:

You Might Also Like

0 comments