Setelah Garis Waktu, Aku pun Jadi Sendu
9:17 PM
Garis Waktu adalah sebuah
novel karya Fiersa Besari. Tidak sengaja saya menemukan novel ini di deretan
buku rak perpustakaan. Ya, perpustakaan. Sampai saat ini, saya masih suka
menyendiri di perpustakaan. Bagi manusia-penyuka-buku-yang-malas-membeli-buku
seperti saya, perpustakaan layaknya surga kecil.
Nggak sempat foto, ini diambil dari bukukita.com ya. |
Saya selalu suka dengan
judul buku atau nama yang berkaitan dengan tanda baca dan istilah waktu. Saya
pun penyuka warna hitam dan putih, serta abu-abu. Dalam Garis Waktu, saya
menemukannya keduanya. Ketertarikan pada cover yang minimalist dan monochrome,
membuat saya mengambil novel ini dari rak dan membacanya.
"
Hidup adalah serangkaian kebetulan.
‘Kebetulan’ adalah takdir yang menyamar.
Perjalanan cerita tokoh ‘aku’
dan ‘kamu’ mampu membuat saya betah menghabiskan novel ini kurang dari dua jam
di bangku perpustakaan. Meski kisah ini tidak selamanya manis, tapi Fiersa
Besari sukses membawakannya dengan mengesankan. Ia membuat saya merasakan manisnya
jatuh cinta, berpeluh menggejar mimpi hingga ikut tersayat karena luka.
"
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan
ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk
selamanya.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan
ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan
ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertentu.
Maka, ikhlaskan saja kalau begitu. Karena
sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah
berpegangan pada sesuatu yang
menyakitimu secara perlahan.
Mungkin memang terdengar
sangat sendu bagi Nika, tapi itulah yang saya rasakan ketika ikut
hanyut terbawa arus cerita. Sial, baper!
Baca ceritanya, dengarkan
lagunya. Fiersa Besari juga menyisipkan sebuah barcode agar pembaca bisa mendengarkan dan
mengunduh lagunya. Lagu dengan judul yang sama, Garis Waktu.
Karena saya tipe orang
yang suka membaca buku sambil mendengarkan lagu, maka dengan adanya OST. Garis
Waktu ceritanya pun semakin ‘hidup’. Bahkan, semesta pun mendukung apiknya
novel ini dengan hujan yang turun dan suara rintikannya siang itu.
Setelah membaca dan
mendengarkan Garis Waktu, saya pun jadi sendu. Sore itu saya putuskan untuk ‘keluar’
sebentar; menghindari laptop, gadget dan bangunan dengan menikmati alam di
bukit kecil dekat rumah.
Sore setelah hujan adalah
suasana yang pas untuk dinikmati. Duduk melihat pemandangan hijau dengan kabut
tipis dan memotretnya sesekali.
Beruntung sekali daerah
rumah yang sering disebut pelosok ini memiliki bukit hijau kecil dengan pemandangan
yang menyenangkan mata. Candi Abang namanya. Sekitar tahun lalu tempat ini
terbilang hits di kalangan anak
kekinian tapi kemarin tempat ini jauh lebih menyenangkan. Asri, sepi dan sejuk.
0 comments