Ke-KANCA di Greenhost Jogja
3:02 PM
Beberapa waktu yang lalu seorang teman memberi
saya pertanyaan di atas. Blog ini sebenarnya adalah blog pribadi yang awalnya
jadi teman curhat. Semacam saya habis ngapain, pergi kemana, beli apa bisa jadi
bahan tulisan di sini.
2017 menjadi waktu saya untuk
‘bersih-bersih’ blog. Beberapa tulisan yang terlalu tidak penting atau gambar
yang kualitasnya rendah pun saya hapus. Tentu saja ini saya lakukan agar blog
saya terlihat lebih rapi.
Nah, menjawab pertanyaan di awal,
sebenarnya saya sedang mencoba dan belajar tentang menulis cerita perjalanan.
Tahun 2016 pun saya sudah mulai menulis cerita-cerita piknik, tapi kesannya
masih jauh dari bagus, menarik dan berkesan. Cerita yang saya tulis hanya
sekedar: saya pergi ke sini, lewat sini, sama ini dan semacamnya.
“Jangan
jadikan cerita perjalananmu seperti brosur pariwisata.”
Windy Ariestanty adalah salah
seorang penulis yang membuat saya mengenal cerita perjalanan. Saya selalu suka
cerita perjalanannya yang kaya akan makna dan kesan. Beruntung! Beberapa waktu
yang lalu, saya sempat mengikuti KANCA: kelas travel writing di Greenhost Jogja yang diadakan oleh Writing Table.
Mbak W, sapaan akrabnya, dengan
baik hati berbagi tips untuk menulis cerita perjalanan. Ia pun menyarankan agar
kita bisa membagikan cerita yang menyampaikan
nilai. Cerita perjalanan bukan sekedar brosur pariwisata yang berisikan
informasi umum seperti tempat wisata apa ini, bagaimana menuju ke sana, dan
semacamnya. Di situlah penulis harus jeli dalam menemukan cerita yang berbeda.
Sebelum menuliskan cerita,
penulis bisa mengawali dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang tidak mainstream. Jawaban dari pertanyaan
itulah yang bisa dijahit menjadi cerita yang menarik.
***
Setuju nggak, kalau cerita akan
lebih hidup jika ada foto? Setuju bangeeet!
Di Writing Table lalu, Clara Devi
(@lucedaleco) aka mbak Epoy membawakan tema ‘A Good Eye of Daily Photography’.
Menarik bukan? Saya pun selalu percaya bahwa mata yang jeli akan selalu
menghasilkan foto yang baik, apapun itu kameranya bahkan hanya dengan smartphone atau kamera saku.
Di awal kelas, mbak Epoy memberikan
penjelasan tentang ‘foto baik’ dan ‘foto bagus’. ‘Foto baik’ itu memenuhi
kaidah fotografi yang benar misal nggak
noise, pencahayaan cukup, tidak miring, komposisi pas dan semacamnya.
Sementara itu, ‘foto bagus’ menyangkut selera pribadi masing-masing. Bisa jadi
foto A, menurutku bagus tapi menurutmu justru nggak bagus.
Nah, berikut ini beberapa tips yang bisa kamu catat supaya foto Instagram lebih rapi dan bagus.
Nah, berikut ini beberapa tips yang bisa kamu catat supaya foto Instagram lebih rapi dan bagus.
- Sebelum foto, pastikan bahwa areanya bersih. Jangan sampai ada benda-benda yang tidak penting masuk dalam fotomu.
- Memosisikan obyek di tengah mungkin cara paling mudah. Namun, jika mulai bosan cobalah untuk memosisikan obyek di sepertiga bagian foto atau yang dikenal dengan rule of third.
- Selain background polos, kamu bisa mencoba bereksplorasi dengan dengan pattern. Buat OOTD misalnya, kamu bisa foto dengan background tanaman rambat di dinding, mural dan semacamnya.
- Natural framing juga bisa mempercantik tampilan fotomu lho.
***
Seakan sebagai bahan latihan, begitu keluar dari Greenhost Jogja saya dan teman menemukan tembok warna-warni yang menarik. Tidak ingin melewatkan kesempatan, kami pun mengambil beberapa gambar di sana.
- nikaresti
0 comments