City Tour: Tamansari
6:47 AMDi musim liburan tiba, Yogyakarta menjadi destinasi wisata untuk berbagai sekolah dan keluarga. Di saat itu pula sebagian orang Yogyakarta, termasuk saya, memilih menghindar untuk bepergian di sekitar pusat wisata Yogyakarta sebut saja Malioboro, Kraton, 0 KM, dan Taman Sari. Kadang berpikir juga, biarlah wisatawan dari luar Jogja menikmati wisata Jogja yang mainstream itu, setidaknya sedikit mengalah atau mencari pilihan wisata lain yang tidak terlalu ramai.
Ketika anak sekolah mulai masuk dan anak kuliahan mulai selo, itulah saatnya untuk piknik. Beberapa waktu yang lalu, saya menuju salah satu tempat wisata yang cukup mainstream itu, Taman Sari. Tujuannya sekedar jalan-jalan dan foto-foto. Standarlah~
Taman Sari, berarti
‘taman yang indah’, merupakan sebuah kolam pemandian atau pesanggrahan bagi
Sultan Yogyakarta beserta seluruh kerabat istana. Taman air yang terletak 500
meter di Selatan Keraton Yogyakarta ini dibangun setelah Perjanjian Giyanti (1755)
oleh Sultan Hamengku Buwono dengan Demak Tegis seorang arsitek berkebangsaan
Portugis dan Bupati Madiun sebagai mandor. Bangunan tersebut digunakan untuk
menentramkan hati, istirahat dan berekreasi. Selain itu, Taman Sari juga
dipersiapkan untuk sarana/benteng dalam menghadapi situasi bahaya.
Kolam pemandian Taman
Sari dibedakan menjadi tiga bagian yaitu Umbul Kawitan (kolam untuk putra putri
Raja), Umbul Pamuncar (kolam untuk para selir), dan Umbul Panguras (kolam untuk
Raja). Pada jaman dahulu kala, Sultan dapat melihat kolam pemandian dari Gapura
Panggung dan dari sana juga Sultan akan memilih selir untuk menemani mandi di
Umbul Panguras dengan melemparkan bunga. Di Gapura Panggung juga terdapat ruang
ganti yang dilengkapi cermin (bukan cermin dengan kaca, tapi menggunakan air)
dan ruang sauna tradisional.
Selain kolam pemandian,
di komplek ini juga terdapat berbagai bangunan lain seperti Gedong Sekawan,
Gapura Agung, Gedong Carik, Gedong Madaran, dan penginapan Raja. Di sekitar
kolam pemandian banyak tumbuh pohon Jeruk Kikit yang digunakan untuk cat kuku
dan Pohon Kepel, mitosnya jika seorang wanita hamil memakan buah Kepel bisa
mengalami keguguran.
Dengan melewati sebuah
lorong, perjalanan berlanjut ke Sumur Gumiling yang merupakan masjid bawah tanah
tempat ibadah untuk Raja dan keluarga. Bangunan yang berbentuk melingkar ini
memiliki dua lantai, lantai pertama digunakan untuk jama’ah perempuan dan
lantai atas untuk jama’ah laki-laki. Setiap lantai ada imamnya sendiri-sendiri,
dan imam tidak memerlukan pengeras suara karena suara imam akan terdengar
dengan baik ke segala penjuru. Di tengah Sumur Gumiling terdapat tangga yang
terdiri atas lima buah yang menandakan lima rukun Islam, sementara sembilan
buah anak tangga menandakan sembilan orang jumlah Wali Songo.
Mitos di tempat itu
mengatakan bahwa ada sebuah terowongan yang digunakan sebagai jalan pertemuan
antara Sultan dengan penguasa laut Selatan, Nyi Roro Kidul.
Tempat terakhir yang
harus dikunjungi adalah Pulau Cemeti Taman Sari, sebenarnya saya kurang tahu
namanya, dari beberapa blog yang saya baca ada yang menyeburnya dengan Water
Castle dan Gedung Kenongo. Saat ini tempat ini menyisakan reruntuhan bangunan
namun masih ada beberapa sudut yang berdiri dengan kokoh. Gedung tertinggi di
Taman Sari ini dahulu digunakan sebagai tempat Raja bersantap. Untuk menuju
bangunan ini, bisa juga dengan melewati Plaza Taman Ngasem.
*informasi dari berbagai sumber
**foto milik pribadi, foto lainnya cek di instagram @nikaresti
***tiket masuk Taman Sari
Rp 4.000,00 (Domestik)
0 comments