Sebuah game di ponsel punya tombol ‘pause’ yang bisa
digunakan setiap saat. Kalau punya kesempatan yang sama untuk memberi jeda pada
rutinitas, kenapa tidak?
Setelah melewati momen-momen yang anggap saja sebagai
‘quarter life crisis’, saya dihadiahi jeda waktu yang cukup untuk menikmati
awal usia 25 ini. Tidak ingin menyia-nyiakannya, saya pun mencoret dua bucket
list yang dibuat di awal tahun 2018 ini. Salah satunya adalah menikmati musim
panas (ya... musim kemarau maksudku) di Bali, sebut saja sebagai birthday trip.
Memutuskan menghabiskan waktu 5 hari 4 malam di Pulau Dewata
dengan hanya sedikit daftar destinasi yang ingin dikunjungi sempat membuat saya
dan teman jalan merasa ada yang kurang. Kalau kata Dhenis sih ‘I'm not feel content’. Sementara itu, muncul satu pertanyaan dipikiranku: ‘aku tuh ke Bali
nyari apa sih?’.
Oke, baiklah. Dengan mencoba menjelajah sedikit bagian dari
Bali dan menikmati setiap momennya, kami pun berharap menemukan sesuatu yang
menggenapi hati. Misalnya dengan...
Menikmati Pagi di Campuhan Ridge Walk
Karena menemukan foto tempat ini di Instagram, akhirnya kami
pun kemari berbekal petunjuk dari Google Maps. Hari itu masih cukup pagi maka
tak heran kalau berpapasan dengan beberapa orang yang sedang berolahraga di
sana. Ah, ternyata Campuhan Ridge Walk ini semacam track lari pagi,
jalan-jalan, dan bersepeda. Udara pagi Ubud yang segar ditambah pemandangan hijau itu melegakan sekali.
Di sekitar Campuhan Ridge Walk ini juga terlihat beberapa resort
yang sepertinya sangat menyenangkan sampai membuat berandai-andai punya rumah
serupa di masa depan. Berbicara tentang rumah, tentu kenyamananlah yang dicari.
Mungkin untuk warga Bali sendiri, tinggal di desa adat justru lebih nyaman
seperti...
Desa Adat Penglipuran
Setelah blusukan melewati
jalan alternatif dari Ubud, akhirnya kami melewati hutan bambu yang cukup luas
sebagai pertanda Desa Adat Penglipuran sudah dekat. Deretan bambu disepanjang
jalan itu tinggi dan melengkung, menjadikannya atap bagi siapa saja yang lewat.
Singgah ke Desa Penglipuran semakin menegaskan bahwa saya
sedang berada di Bali. Rumah-rumah khas Bali yang terlihat mirip tersebut
berjajar rapi. Sang pemilik rumah akan berada di Angkul-angkul (pintu gerbang)
mengajak wisatawan berkunjung ke rumahnya untuk melihat-lihat souvenir dan
barang lain yang siap dibeli.
Satu hal lagi yang saya sukai dari Bali adalah wangi bunga
yang tercium di mana saja. Ini berasal dari sesaji yang sering kita temukan di
depan rumah-rumah, termasuk di depan rumah Desa Adat Penglipur ini.
Selain mengunjungi desa adat, mengunjungi Pulau Seribu Pura
ini akan semakin lengkap dengan menyaksikan...
Tari Kecak Uluwatu
Ini yang dinamakan mimpi jadi kenyataan. Menikmati Tari
Kecak yang magis di Uluwatu dengan latar belakang matahari terbenam yang super
indah. Seneng banget!!!
Selama pertunjukan berlangsung, senyum dan tepukan tangan nggak pernah ketinggalan. Begitu menuliskan
bagian ini, saya kembali membayangkan ‘saat itu’ dan rasa gembira itu muncul
lagi. Ah, aku rindu Bali.
[Baca Juga: Belajar Mendengar]
Jadi ketika di Bali, kalian harus melihat pertunjukan Tari
Kecak di Uluwatu ini ya. Atau sudah pernah? Coba share kesan kalian di kolom komentar.
Sejauh ini ada dua hal yang wajib dilakukan saat ke Pulau
Dewata yaitu nonton Tari Kecak dan...
Susur Pantai
Pulau Bali selalu identik dengan pantai. Jadi jangan heran,
jika setiap hari kami pergi ke pantai. Kami melihat sunset di Pantai Kuta pada hari pertama dan di Double Six Beach
pada hari kedua.
Sementara itu, di hari ketiga memang kami luangkan untuk
menyusuri pantai yaitu Pantai Tegal Wangi, Pantai Balangan, dan Pantai Labuan
Sait. Sore harinya, kami menyaksikan matahari terbenam di Uluwatu bersamaan
dengan Tari Kecak. Kemudian di sore hari terakhir, kami mengucap pisah pada
Bali di Pantai Melasti.
Dari beberapa pantai yang saya datangi, Pantai Labuan Sait
jadi favorit. Itulah tempat dimana kami rela ikut berjemur bersama wisatawan
asing saat siang hari. Ya, benar-benar siang sekitar jam 1.
Sejauh mata memandang, pantai itu didominasi bule-bule yang berjemur dan bermain air.
Meski tidak terlalu luas, Pantai Labuan Sait ini memiliki ombak yang tenang.
Ah, rasanya menyesal hari itu saya tidak ikut bermain air.
Setelah melewati hari-hari menyenangkan di Bali, perasaan
tidak menentu yang sempat ada itu hilang dengan sendirinya. Pertanyaan di awal
pun bisa dijawab. Saya ke Bali untuk kembali berarti. Mengusir energi negatif
dan menggantikannya dengan perasaan bahagia. Dengan begitu, saya siap melangkah
lagi untuk kembali ke rutinitas dan merasakan kebahagian dari hal-hal yang
lain.
[Baca Juga: Birthday Trip 2017: Kemana Aja Pas di Bandung]
Terima kasih, Bali!
Foto-foto lainnya akan diupload di sini.
-nkrst